Gelap memang gelap
Sebuah lampu kuning redup menemani malamku
Sembari merenungkan akan dambaan
Tengok samping kiri dan kanan cukup hampa
Coba membalik badan
Tak terlihat
Terhalang oleh debu
Kembali ke awal
Pelajaran macam apa ini
Yang kurasa tak berujung
Revolusi tiap hari
Awas jatuh menukik
Kumpulan puisi untuk para pencinta seni sajak, postingan ialah karya sendiri dan hanya sebuah rangkaian bait - bait @ysfrchh
Minggu, 06 Agustus 2017
Sabtu, 05 Agustus 2017
Sajak Pahit
Cahayamu
Berawal dari senyuman
Api menjadi pilihan
Mati atau terbakar
Tetapi tekad terus membisik
Suatu awal untuk keindahan
Cerita fiktif pun menjadi materi suci
Keadaan tak diperdulikan
Sungguh suram….
Kepastian diimitasikan
Melawan tetapi tak melindungi
Terasa menghajar kaktus
Di akhir kau kebingungan
Gelap gua tanpa penerangan
Tertinggal oleh proses yang salah
Begitulah kau kembali
Mencari sesuatu untuk membantu
Saat didepan terang
Kau takkan menjemputku
Penyesalan penuh ego
Terasa mentah untuk ditelan
Berawal dari senyuman
Api menjadi pilihan
Mati atau terbakar
Tetapi tekad terus membisik
Suatu awal untuk keindahan
Cerita fiktif pun menjadi materi suci
Keadaan tak diperdulikan
Sungguh suram….
Kepastian diimitasikan
Melawan tetapi tak melindungi
Terasa menghajar kaktus
Di akhir kau kebingungan
Gelap gua tanpa penerangan
Tertinggal oleh proses yang salah
Begitulah kau kembali
Mencari sesuatu untuk membantu
Saat didepan terang
Kau takkan menjemputku
Penyesalan penuh ego
Terasa mentah untuk ditelan
Bogor, 06 Agustus 2017
Sajak Vakansi Pangeran
Malam..
Sebuah waktu yang genap
Malam dan larut
Genap tetapi Satu
Bukan niat untuk memaksakan
Tetapi memang nyata
Walau mimpi yang tak selalu menjadi mimpi
Aku yakin kau tak akan terganti
Lelah memang memandang gambar imajiner
Tapi kurasa hanya itu yang aku mampu
Sang pangeran dengan mahkota telah tiba
Aku tahu ini yang kau damba
Kurasa diri ini seperti laba – laba
Yang bisa menciptakan hal yang menakjubkan tetapi rapuh
Aku mohon nilailah tanpa nominal
Yang tidak asal
Jangan juga kau membuat sesal
Seperti manusia tak berakal
Karangan ini kupersembahkan untukmu
Yang selalu korosit pada pemikiran
Dengan kasat mata yang berkarat
Selat Malaka, 05 Agustus 2017
Sajak Fana
Haluan tak sampai
Beragam khayalan tercapai
Tetapi hanya seperti teratai
Hidup memang tak kekal
Sedangkan kau sia-siakan bekal
Belum tentu kau seratus persen gunakan akal
Yang kini kumengerti bahwa sekarang bukan awal
Tetapi…
Sekarang ialah fana penuh aturan
Yang tak pernah kau bisa lunturkan
Bersama dengan pemikiran seperti otak ikan
Sebenarnya tak apa
Tetapi kurasa cukup mengganjal
Berdiri dihadapan ajal
Dan tak sempat kau menyesal
Karena ini bukan masalah mental
Melainkan takdir yang menetap pada sifat lalai
Tulisan bermakna dan tak mudah sirna untuk berkelana
Beragam khayalan tercapai
Tetapi hanya seperti teratai
Hidup memang tak kekal
Sedangkan kau sia-siakan bekal
Belum tentu kau seratus persen gunakan akal
Yang kini kumengerti bahwa sekarang bukan awal
Tetapi…
Sekarang ialah fana penuh aturan
Yang tak pernah kau bisa lunturkan
Bersama dengan pemikiran seperti otak ikan
Sebenarnya tak apa
Tetapi kurasa cukup mengganjal
Berdiri dihadapan ajal
Dan tak sempat kau menyesal
Karena ini bukan masalah mental
Melainkan takdir yang menetap pada sifat lalai
Tulisan bermakna dan tak mudah sirna untuk berkelana
Jumat, 04 Agustus 2017
Sajak Khayal
Dirimu
Setiap minggu membayang
Tatapmu, kedipan manjamu, bibirmu, dan rambutmu
Yang amat lihai
Tak luput juga keringat itupun ikut menjadi saksi
Yang saat itu sedang vakansi kurasa.
Mungkin kuacak, tapi kamulah nilai tertinggi
Yang kujadikan piala
Dan puan sebagai juri
Sukma kalbu
Puan, nobatkan dia kepadaku
Gelora ini sudah terhakimi olehnya
Agar kubisa sampaikan hasrat
Tak lupa juga puan sesuaikan dibidangku
Muncul
Putri malu, aku mohon dengar puan
Agar bayang nyata itu bukanlah hanya sebuah kebetulan.
Hilang .
.
.
Jakarta, 1 Agustus 2017.
Setiap minggu membayang
Tatapmu, kedipan manjamu, bibirmu, dan rambutmu
Yang amat lihai
Tak luput juga keringat itupun ikut menjadi saksi
Yang saat itu sedang vakansi kurasa.
Mungkin kuacak, tapi kamulah nilai tertinggi
Yang kujadikan piala
Dan puan sebagai juri
Sukma kalbu
Puan, nobatkan dia kepadaku
Gelora ini sudah terhakimi olehnya
Agar kubisa sampaikan hasrat
Tak lupa juga puan sesuaikan dibidangku
Muncul
Putri malu, aku mohon dengar puan
Agar bayang nyata itu bukanlah hanya sebuah kebetulan.
Hilang .
.
.
Jakarta, 1 Agustus 2017.
Sajak Pahit
Harapan si Jangkar
Kini jangkar kapal berjalan menuju pelabuhan
Banyak sekali harapan disana
Angin dijadikan pengantar
Pada gurauannya yang sedang bernostalgia akan penyesalan
Dimana ia pergi untuk seseorang disebrang
Kembalinya ia untuk seseorang
Ya, yang disesali olehnya
Entah, entah, dan entah bagaimana esoknya
Yang ia nanti - nanti keindahannya
Sesampainya dipelabuhan
Jangkar tak bertemu dengannya
Dan ia pun mencari
Terus mencari
Lalu ia pun mendengar kabar
Bahwa seseorang itu sedang berlayar ke seberang
Segera ia menyusul kembali
Disana
Dilaut tenang tanpanya
Dan menanti - nanti bertemu dengannya
Ia masih diperjalanan sekarang
.
.
Selatan Jakarta, 4 Agustus 2017
Langganan:
Postingan (Atom)